JAKARTA, KOMPAS.com
Seiring
dengan pulihnya perekonomian negara-negara maju, maka banyak dana-dana asing
keluar dari Indonesia. Ini akan menyebabkan ketatnya likuiditas di perbankan
domestik.
Terkait kondisi tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan jangan mudah berutang. Bila pun harus utang, maka sebaiknya dana utang digunakan untuk tujuan positif dan produktif.
"Secara umum kita lihat bahwa dana-dana dari negara berkembang akan berkurang dan kita harus jaga bahwa perekenomian kita baik dan sehat sehingga dana-dana masuk khususnya dana investasi masuk ke Indonesia. Kita sama-sama mengamati bahwa berutang itu tidak salah, tetapi kalau berutang yang perlu jangan dilakukan. Berutang itu tidak apa-apa asal untuk tujuan yang produktif," kata Agus di Kompleks Kantor BI, Jumat (3/1/2014).
Lebih lanjut, Agus menjelaskan dengan perbaikan ekonomi dunia, maka akan terjadi peningkatan bunga di negara-negara maju. Ia memandang saat ini yield rupiah sudah cukup tinggi, maka kondisi tersebut akan secara langsung berdampak pada Indonesia.
"Oleh karena itu yang ingin kita sampaikan adalah tidak apa-apa berutang, tapi berutang untuk produktif dan harus dikelola dengan baik," ujar dia.
Sebagai informasi, BI mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar 262,4 miliar dollar AS pada Oktober 2013, melambat 5,8 persen year on year (yoy) dibandingkan bulan lalu sebesar 6,2 persen yoy.
Posisi ULN sektor publik mencapai 125,8 miliar dollar AS pada Oktober 2013, melambat 0,5 persen yoy dibanding 2,1 persen di bulan sebelumnya. Adapun ULN swasta tumbuh stabil dibanding bulan sebelumnya sebesar 11 persen yoy, yakni mencapai 136,6 miliar dollar AS.
Terkait kondisi tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo mengatakan jangan mudah berutang. Bila pun harus utang, maka sebaiknya dana utang digunakan untuk tujuan positif dan produktif.
"Secara umum kita lihat bahwa dana-dana dari negara berkembang akan berkurang dan kita harus jaga bahwa perekenomian kita baik dan sehat sehingga dana-dana masuk khususnya dana investasi masuk ke Indonesia. Kita sama-sama mengamati bahwa berutang itu tidak salah, tetapi kalau berutang yang perlu jangan dilakukan. Berutang itu tidak apa-apa asal untuk tujuan yang produktif," kata Agus di Kompleks Kantor BI, Jumat (3/1/2014).
Lebih lanjut, Agus menjelaskan dengan perbaikan ekonomi dunia, maka akan terjadi peningkatan bunga di negara-negara maju. Ia memandang saat ini yield rupiah sudah cukup tinggi, maka kondisi tersebut akan secara langsung berdampak pada Indonesia.
"Oleh karena itu yang ingin kita sampaikan adalah tidak apa-apa berutang, tapi berutang untuk produktif dan harus dikelola dengan baik," ujar dia.
Sebagai informasi, BI mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar 262,4 miliar dollar AS pada Oktober 2013, melambat 5,8 persen year on year (yoy) dibandingkan bulan lalu sebesar 6,2 persen yoy.
Posisi ULN sektor publik mencapai 125,8 miliar dollar AS pada Oktober 2013, melambat 0,5 persen yoy dibanding 2,1 persen di bulan sebelumnya. Adapun ULN swasta tumbuh stabil dibanding bulan sebelumnya sebesar 11 persen yoy, yakni mencapai 136,6 miliar dollar AS.
Analisis
Masalah
Tahun 2014 negara-negara maju mulai
melakukan perencanaan dan perbaikkan untuk perekonomian Negara mereka
masing-masing, hal ini membuat Negara maju tersebut mulia terlihat pertumbuhan
nya, hal ini tentu membuat Indonesia juga mulai berhati-hati dan mulai merencanakan
untuk mempertimbangkan banyak hal untuk menyeimbangkan kemajuan Negara
tersebut.
Hal yang menjadi pertimbangan Bank
Indonesia terhadap sistem Perbankan di Indonesia adalah dengan melakukan
“Kredit Ketat”, yaitu lebih menyeleksi terhadap kredit yang dilakukan
mesyarakat. Bank Indonesia selaku Bank Sentral yang memiliki fungsi untuk
“Menjaga Stabilitas Nilai Rupiah” menyarankan kepada masyarakat untuk melakukan
pinjaman atau kredit hanya untuk hal-hal yang bersifat produktif sehingga
masyarakat juga mampu membantu perekonomian di Indonesia melalui hal-hal yang
bersifat produktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar