KESENJANGAN DAN
KEMISKINAN YANG TERJADI DI INDONESIA
I.
PENDAHULUAN
Saya memilih judul ini
karena saya melihat kesenjangan yang terjadi di Indonesia sangat jauh dan tidak
seimbang, seperti antara orang yang kaya dengan orang yang miskin, kesenjangan
antara itu sangat jauh karena biasa nya orang yang memliki status social yang
tinggi tidak memperdulikan orang yang status nya lebih rendah maka dari itu
yang membuat kesenjangan antara orang yang memiliki status social tinggi dengan
prang yang status mya rendah menjadi sangat tidak berimbang. Saya juga memilih
judul ini karena saya masih sering melihat begitu banyaknya rakyat yang miskin,
mereka hidup dibawah jembatan, mereka hanya bisa memenuhi kehidupan sehari-hari
saja bahkan mereka sering merasa kekurangan, banyak yang kelaperan dan bahkan
yang sakit bagi orang miskin sering tidak bisa untuk diobati karena tidak ada
biaya untuk kerumah sakit atau klinik atau puskesmas sekalipun. Sungguh teramat
sadis jika melihat rakyat Indonesia yang seperti itu karena orang yang memiliki
jabatan tinggi di Indonesia malah mementingkan kepentingan sendiri padahal
mereka dipilih dari rakyat dan untuk rakyat.
Sebelum membahas mengenai kemiskinan dan kesenjangan
pendapatan kita membahas apa penyebab dan latar belakang terjadinya kemiskinan.
Karena kemiskinan menjadi satu masalah yang besar dari dulu hingga sekarang
apalagi sejak terhempas dengan pukulan krisis ekonomi dan moneter yang terjadi
sejak tahun 1997. Kemiskinan seringkali dianggap sebagai gejala rendahnya
tingkat kesejahteraan semata padahal dasarnya kemiskinan merupakan gejala yang
bersifat komplek dan menyeluruh. Beban kemiskinan yang paling besar terletak
pada kelompok-kelompok tertentu. Kaum perempuan pada umumnya merupakan pihak
yang paling dirugikan. Karena kita wanita sering menanggung beban hidup yang
lebih berat daripada kaum pria. Berbagai upaya dan kebijakan pembangunan telah
dilakukan pemerintah selama ini terutama untuk memberikan peluang pada
masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejateraan. Salah satu bentuk upaya
tersebut melalui pendekatan pemberdayaan keluarga yang mengacu pada UU No.10
tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahteraan yang pelaksanaannya diatur dalam inpres nomor 3 tahun 1996 tentang
pembangunan keluarga sejahtera dalam rangka peningkatan penanggulangan
kemiskinan.
II.
LANDASAN TEORI
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak
dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang
pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran
kehidupan modern pada masakini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan,
pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman
modern. Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami
oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju,
seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di
penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di
Eropah. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja
pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga
kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh
yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas,
pengangguran. Program pemberdayaan masyarakat miskin harus dirancang
berdasarkan analisa yang mendalam tentang kemiskinan dan faktor sosial ekonomi
lainnya. Dalam konteks Indonesia dan negara berkembang lainnya, masyarakat
menjadi miskin bukan karena malas, melainkan karena produktifitasnya rendah.
Produktivitas yang rendah itu diakibatkan oleh kurangnya akses dalam bidang
ekonomi ( modal ), kesehatan dan pendidikan.Tertutupnya akses masyarakat miskin
dalam berbagai bidang terutama ekonomi, kesehatan dan pendidikan menyebabkan
mereka sulit melakukan mobilitas vertikal dan terjebak dalam lingkaran setan
kemiskinan (vicious circle of poverty). Masyarakat miskin tidak punya
sumberdaya ekonomi (uang) atau dengan kata lain pendapatannya rendah. Pendapatan
rendah menyebabkan tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, sehingga
produktivitasnya pun rendah. Produktivitas rendah berdampak pada pendapatan
yang rendah pula begitu juga seterusnya. Jadi, salah satu jalan pengentasan
kemiskinan adalah dengan cara memutus mata rantai kemiskinan tersebut. Dan
salah satu caranya adalah dengan membuka akses modal kepada masyarakat miskin
sehingga mereka dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mengakumulasi modalnya
hingga semakin meningkat secara gradual, pada akhirnya kesejahteraan akan
meningkat. Kesejahteraan yang meningkat akan meningkatkan pula tingkat
pendidikan dan kesehatan dan seterusnya. BAB 2 ISI + GAMBAR Konsep lingkaran
kemiskinan (vicious circle of proverty) ini pertama kali dikenalkan oleh Ragnar
Nurkse dalam bukunya yang berjudul Problems Of Capital Formation In
Underdeveloped Countries (1953). Lingkaran kemiskinan didefinisikan sebagai
suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga
menimbulkan suatu kondisi di mana sebuah Negara akan tetap miskin dan akan
mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih
tinggi. Menurut Nurkse, kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh tidak adanya
pembangunan masa lalu, tetapi kemiskinan juga dapat menjadi faktor penghamabat
dalam pembangunan di masa mendatang. Sehubungan dengan hal itu, lahirlah suatu
ungkapan nurkse yang sangat terkenal yaitu “a country is poor because it is
poor”. Pada hakikatnya konsep lingkaran kemiskinan menganggap bahwa : 1)
ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup, 2) kurangnya faktor
pendorong untuk kegiatan penanaman modal, dan 3) tingkat pendidikan dan
keahlian masyarakat yang relatif masih rendah , merupakan tiga faktor utama
yang menghambat proses pembentukan modal dan pembangunan ekonomi di berbagai
Negara yanga sedang berkembang.
PERMASALAHAN POKOK
Makalah ini akan membahas tentang
masalah-masalah :
1. Kemiskinan Di Indonesia
2. Dampak dari kemiskinan
3. Pemecahan masalah dari kemiskinan
4. Mengapa terjadi
kesenjangan yang terjadi di Indonesia
5. Solusi agar
tidak terjadi kesenjangan di Indonesia
III.
PEMBAHASAN
1.
Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian ,
tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Angka kemiskinan di
Indonesia sepanjang tahun 2011 dinilai beberapa kalangan masih tinggi walaupun
pemerintah mengklaim sudah berhasil menekan angka kemiskinan. Menurut aktivis
Dian Irawati masih diperlukan program tepat sasaran untuk mengatasi kemiskinan
di tanah air.
Dian Tri Irawati dari
LSM Rujak Center for Urban Studies mengatakan, pemeritah memang sudah berupaya
merealisasikan kebijakan yang berpihak pada masyarakat kurang mampu seperti
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat atau PNPM Mandiri.
Ia mengingatkan jika
pemerintah benar-benar berniat ingin terus menekan angka kemiskinan maka
pemerintah jangan sampai mengeluarkan kebijakan yang menyulitkan masyarakat
kurang mampu dalam menjalankan kehidupan seperti izin berdagang dan izin tempat
tinggal.
“Sebetulnya tanpa
injeksi modal dari pemerintah pun mereka akan survive secara ekonomi, konsumsi
juga ya ditingkatan lokal sehingga perputaran uang tetap terjaga, tapi itu
tidak serta merta dimunculkan oleh program pemerintah, kalau saya tetap melihat
apa yang sudah dilakukan memang baik tapi mungkin bagaimana menjaga agar
kebijakan yang sudah baik, untuk mencoba memberdayakan rakyat miskin bisa
mandiri dan akhirnya bisa lepas dari level kemiskinan,” ujar Dian.
Dian Tri Irawati
berpendapat, jika pemerintah serius menjalankan program yang sudah dicanangkan
yaitu pro job, pro poor dan pro environment, pemerintah juga harus serius
menjalankan upaya pemberantasan korupsi.
“Kita tidak akan
pernah selesai dalam urusan pengentasan kemiskinan, mau maju dalam pembangunan
kalau isu korupsi belum selesai, minimal diminimalisir semuanya drastis menurun
di 2012 baru saya bisa percaya bahwa tiga skema ini bisa berjalan, korupsi itu
kan di segala lini, di semua program mungkin, itu masih akar masalah dan ‘PR’ (pekerjaan
rumah) besar,” kata Dian.
Sementara, menurut
staf khusus bidang ekonomi Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal,
Lucky Korah, kementeriannya juga sangat aktif berupaya menekan kemiskinan di
berbagai daerah. Ditambahkannya tahun depan kementeriannya akan fokus dalam
program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau
MP3EI.
Ia menjelaskan, “Perlu
pergerakan ekonomi yang mendorong ekonomi merakyat, dari 22 kegiatan MP3EI
sebagian besar ada di kawasan timur Indonesia termasuk di Papua dan Maluku,
pertambangan, energi, perikanan, pertanian, pangan termasuk dari bagian itu,
kita harapkan dengan memacu daerah tertinggal, memanfaatkan kebijakan MP3EI
maka pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, pengurangan pengangguran di
kasawan tertinggal bisa otomatis turun.”
Menurut catatan
pemerintah, dari jumlah orang miskin sebelumnya yaitu sekitar 17,7 juta orang
pemerintah menargetkan turun menjadi 16 juta orang hingga akhir tahun 2011.
Pemerintah telah menargetkan untuk dapat menurunkan angka kemiskinan tahun
depan menjadi sekitar 14,4 juta orang miskin di Indonesia.
PENDUDUK MISKIN DAN GARIS KEMISKINAN MENURUT BPS
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
§
penyebab
individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
§
penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
§
penyebab
sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan
kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
§
penyebab
agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk
perang, pemerintah, dan ekonomi;
§
penyebab
struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan
pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat(negara
terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang
diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau
rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
§ Bantuan kemiskinan, atau
membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian
pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
§ Bantuan terhadap keadaan
individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang
miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial,
pencarian kerja, dan lain-lain.
§ Persiapan bagi yang
lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan
untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti
orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang
miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.
Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat
umumnya begitu banyak dan kompleks. Dengan banyaknya pengangguran berarti
banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak
bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan
pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli
masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat
pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.
Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum
membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan kekuatan daya
saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan
suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam
konteks daya beli di tengah melemahnya daya beli masyarakat kenaikan harga
beras akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Razali Ritonga menyatakan
perkiraan itu didasarkan atas kontribusi pangan yang cukup dominan terhadap penentuan
garis kemiskinan yakni hampir tiga perempatnya [74,99 persen].
Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja
disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan
kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau
pertumbuhan [growth]. Ketika terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997
silam misalnya banyak perusahaan yang melakukan perampingan jumlah tenaga
kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji karyawan akibat defisit anggaran
perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus dirumahkan atau dengan kata
lain meraka terpaksa di-PHK [Putus Hubungan Kerja].
Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang
marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena
seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal.
Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga
keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok,
menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas
kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan
butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari
memalak.
Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi
merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat
masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan.
Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu.
Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah
kesulitan.
Bagaimana
seorang penarik becak misalnya yang memiliki anak cerdas bisa mengangkat
dirinya dari kemiskinan ketika biaya untuk sekolah saja sudah sangat mencekik
leher. Sementara anak-anak orang yang berduit bisa bersekolah di
perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan fasilitas lengkap. Jika ini yang
terjadi sesungguhnya negara sudah melakukan "pemiskinan struktural"
terhadap rakyatnya.
Akhirnya
kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus
sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu
akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di
era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
Keempat,
kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir
setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau
ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau
oleh kalangan miskin.
Kelima,
konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul
akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini
menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut
akibat ketiadaan jaminan keadilan "keamanan" dan perlindungan hukum
dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam
bentrokan identitas yang subjektif.
Terlebih
lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak
langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret
panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah
di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.
Karena
itu situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukkan ada banyak orang terpuruk
dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur lingkungan
[tidak memiliki kesempatan yang sama] dan kebijakan pemerintah tidak
memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara
vertikal.
Solusinya
Berdasarkan
permasalahan-permasalahan di atas kuncinya harus ada kebijakan dan strategi
pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan jangka panjang. Pemerintah
boleh saja mengejar pertumbuhan-ekonomi makro dan ramah pada pasar. Tetapi,
juga harus ada pembelaan pada sektor riil agar berdampak luas pada perekonomian
rakyat.
Ekonomi makro-mikro tidak bisa dipisahkan dan dianggap
berdiri sendiri. Sebaliknya keduanya harus seimbang-berkelindan serta saling
menyokong. Pendek kata harus ada simbiosis mutualisme di antara keduanya.
Perekonomian nasional dengan demikian menjadi sangat
kokoh dan vital dalam usaha pemenuhan cita-cita tersebut. Perekonomian yang
tujuan utamanya adalah pemerataan dan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh rakyat
Indonesia. Sebab, tanpa perekonomian nasional yang kuat dan memihak rakyat maka
mustahil cita-cita tersebut dapat tercapai. Intinya tanpa pemaknaan yang
subtansial dari kemerdekaan politik menjadi kemerdekaan ekonomi maka sia-sialah
pembentukan sebuah negara. Mubazirlah sebuah pemerintahan. Oleh karenanya
pentingnya menghapus kemiskinan sebagai prestasi pembangunan yang hakiki. Pada
Hari Kemiskinan Internasional lalu berbagai pihak menyatakan perang melawan
kemiskinan.Ditargetkan pada tahun 2015 Indonesia bebas dari kemiskinan. Ini
tekad yang bagus.
Namun selain tekad, harus didukung dengan
niat yang ikhlas, perencanaan, pelaksanaan dan juga pengawasan yang baik. Tanpa
itu semua hanya omong belaka.
Menghilangkan kemiskinan boleh dikata mimpi atau hanya janji surga. Tapi
mengurangi kemiskinan sekecil mungkin bisa dilakukan. Ada beberapa program yang
perlu dilakukan agar kemiskinan di Indonesia bisa dikurangi.
Pertama, meningkatkan pendidikan rakyat. Sebisa mungkin pendidikan harus
terjangkau oleh seluruh rakyat Indonesia. Banyaknya sekolah yang rusak
menunjukkan kurangnya pendidikan di Indonesia. Tentu bukan hanya fisik, bisa
jadi gurunya pun kekurangan gaji dan tidak mengajar lagi.
Dulu pada tahun 1970-an, sekolah dasar
dibagi dua. Ada sekolah pagi dan ada sekolah siang sehingga 1 bangunan sekolah
bisa dipakai untuk 2 sekolah dan melayani murid dengan jumlah 2 kali lipat.
Sebagai contoh di sekolah saya ada SDN Bidaracina 01 Pagi (Sekarang berubah
jadi Cipinang Cempedak 01 Pagi) dan SDN Bidaracina 02 Petang. Sekolah pagi
mulai dari jam 7.00 hingga 12.00 sedang yang siang dari jam 12:30 hingga 17:30.
Satu bangunan sekolah bisa menampung total 960 murid!
Ini tentu lebih efektif dan efisien. Biaya
pembangunan dan pemeliharaan gedung sekolah bisa dihemat hingga separuhnya.
Mungkin ada yang berpendapat bahwa hal itu bisa mengurangi jumlah pelajaran
karena jam belajar berkurang. Padahal tidak. Sebaliknya jam pelajaran di
sekolah terlalu lama justru membuat siswa jenuh dan tidak mandiri karena
dicekoki oleh gurunya. Guru bisa memberi mereka PR atau tugas yang dikerjakan
baik sendiri, bersama orang tua, atau teman-teman mereka. Ini melatih
kemandirian serta kerjasama antara anak dengan orang tua dan juga dengan teman
mereka.
Selain itu biaya untuk beli buku cukup
tinggi, yaitu per semester atau caturwulan bisa mencapai Rp 200 ribu lebih.
Setahun paling tidak Rp 400 ribu hanya untuk beli buku. Jika punya 3 anak,
berarti harus mengeluarkan uang Rp 1,2 juta per tahun. Hanya untuk uang buku
orang tua harus mengeluarkan 130% lebih dari Upah Minimum Regional (UMR) para
buruh yang hanya sekitar 900 ribuan.
Untuk mengurangi beban orang tua dalam hal uang buku, pemerintah bisa
menyediakan Perpustakaan Sekolah. Dulu perpustakaan sekolah meminjamkan
buku-buku Pedoman (waktu itu terbitan Balai Pustaka) kepada seluruh siswa
secara gratis. Untuk soal bisa didikte atau ditulis di papan tulis.
Ini beda dengan sekarang di mana buku harus ditulis dengan pulpen sehingga
begitu selesai dipakai harus dibuang. Tak bisa diturunkan ke adik-adiknya.
Saat ini biaya SPP sekolah gratis hanya
mencakup SD dan SMP (Meski sebetulnya tetap bayar yang lain dengan istilah
Ekskul atau Les) sedang untuk Perguruan Tinggi Negeri biayanya justru jauh
lebih tinggi dari Universitas Swasta yang memang bertujuan komersial. Untuk
masuk UI misalnya orang tahun 2005 saja harus bayar uang masuk antara Rp 25
hingga 75 juta. Padahal tahun 1998 orang cukup bayar sekitar Rp 300 ribu
sehingga orang miskin dulu tidak takut untuk menyekolahkan anaknya di PTN
seperti UI, IPB, UGM, ITS, dan sebagainya. Meski ada surat edaran Rektor bahwa
orang tua tidak perlu takut akan bayaran karena bisa minta keringanan, namun
teori beda dengan praktek.
Boleh dikata orang-orang miskin saat ini
mimpi untuk bisa masuk ke PTN. Jika pun ada paling cuma segelintir saja yang
mau bersusah payah mengurus surat keterangan tidak mampu dan merendahkan diri
mereka di depan birokrat kampus sebagai Keluarga Miskin (Gakin) untuk minta
keringanan biaya.
Tanpa pendidikan, sulit bagi rakyat Indonesia untuk mengurangi kemiskinan dan
menjadi bangsa yang maju.
Kedua, pembagian tanah/lahan pertanian
untuk petani. Paling tidak separuh rakyat (sekitar 100 juta penduduk) Indonesia
masih hidup di bidang pertanian. Menurut Bank Dunia, mayoritas petani Indonesia
memiliki lahan kurang dari 0,4 hektar. Bahkan ada yang tidak punya tanah dan
sekedar jadi buruh tani. Kadang terjadi tawuran antar desa hingga jatuh korban
jiwa hanya karena memperebutkan lahan beberapa hektar!
Artinya jika 1 hektar bisa menghasilkan 6
ton gabah dan panen 2 kali dalam setahun serta harga gabah hanya Rp 2.000/kg,
pendapatan kotor petani hanya Rp 9,6 juta per tahun atau Rp 800 ribu/bulan.
Jika dikurangi dengan biaya benih, pestisida, dan pupuk dengan asumsi 50% dari
pendapatan mereka, maka penghasilan petani hanya Rp 400 ribu/bulan saja.
Pada saat yang sama 69,4 juta hektar tanah
dikuasai oleh 652 pengusaha. Ini menunjukkan belum adanya keadilan di bidang
pertanahan. Dulu pada zaman Orba (Orde Baru) ada proyek Transmigrasi di mana
para petani mendapat tanah 1-2 hektar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan
Papua. Transportasi, rumah, dan biaya hidup selama setahun ditanggung oleh
pemerintah.
Program itu sebenarnya cukup baik untuk
diteruskan mengingat saat ini Indonesia kekurangan pangan seperti beras,
kedelai, daging sapi, dsb sehingga harus impor puluhan trilyun rupiah setiap
tahunnya.
Jika petani dapat tanah 2 hektar, maka penghasilan mereka meningkat jadi Rp 48
juta per tahun atau bersih bisa Rp 2 juta/bulan per keluarga.
Memang biaya transmigrasi cukup besar.
Untuk kebutuhan hidup selama setahun, rumah, lahan, dan transportasi paling
tidak perlu Rp 40 juta per keluarga. Dengan anggaran Rp 10 trilyun per tahun
ada 250.000 keluarga yang dapat diberangkatkan per tahunnya.
Seandainya tiap keluarga mendapat 2 hektar
dan tiap hektar menghasilkan 12 ton beras per tahun, maka akan ada tambahan
produksi sebesar 6 juta ton per tahun. Ini sudah cukup untuk menutupi
kekurangan beras di dalam negeri.
Saat ini dari 2 juta ton kebutuhan kedelai di Indonesia (sebagian untuk tahu
dan tempe), 60% diimpor dari luar negeri. Karena harga kedelai luar negeri naik
dari Rp 3.500/kg menjadi Rp 7.500/kg, para pembuat tahu dan tempe banyak yang
bangkrut dan karyawannya banyak yang menganggur.
Jika program transmigrasi dilakukan tiap
tahun dan produk yang ditanam adalah produk di mana kita harus impor seperti
kedelai, niscaya kekurangan kedelai bisa diatasi dan Indonesia tidak tergantung
dari impor kedelai yang nilainya lebih dari Rp 8 trilyun per tahunnya. Ini akan
menghemat devisa.
Ketiga, tutup bisnis pangan kebutuhan utama
rakyat dari para pengusaha besar. Para petani/pekebun kecil sulit untuk
mengekspor produk mereka. Sebaliknya para pengusaha besar dengan mudah mengekspor
produk mereka (para pengusaha bisa menekan/melobi pemerintah) sehingga rakyat
justru bisa kekurangan makanan atau harus membayar tinggi sama dengan harga
Internasional. Ini sudah terbukti dengan melonjaknya harga minyak kelapa hingga
2 kali lipat lebih dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan akibat kenaikan harga
Internasional. Pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa.
Jika produk utama seperti beras, kedelai, terigu dikuasai oleh pengusaha,
rakyat akan menderita akibat permainan harga.
Selain itu dengan dikuasainya industri
pertanian oleh pengusaha besar, para petani yang merupakan mayoritas dari
rakyat Indonesia akan semakin tersingkir dan termiskinkan.
Keempat, lakukan efisiensi di bidang pertanian. Perlu dikaji apakah pertanian
kita efisien atau tidak. Jika pestisida kimia mahal dan berbahaya bagi
kesehatan, pertimbangkan predator alami seperti burung hantu untuk memakan
tikus, dsb. Begitu pula jika pupuk kimia mahal dan berbahaya, coba pupuk
organik seperti pupuk hijau/kompos. Semakin murah biaya pestisida dan pupuk,
para petani akan semakin terbantu karena ongkos tani semakin rendah.
Jika membajak sawah bisa dilakukan dengan sapi/kerbau, kenapa harus memakai
traktor? Dengan sapi/kerbau para petani bisa menternaknya sehingga jadi banyak
untuk kemudian dijual. Daging dan susunya juga bisa dimakan. Sementara traktor
bisa rusak dan butuh bensin/solar yang selain mahal juga mencemari lingkungan.
Kelima, data produk-produk yang masih kita impor. Kemudian teliti produk mana
yang bisa dikembangkan di dalam negeri sehingga kita tidak tergantung dengan
impor sekaligus membuka lapangan kerja. Sebagai contoh jika mobil bisa kita
produksi sendiri, maka itu akan sangat menghemat devisa dan membuka lapangan
kerja. Ada 1 juta mobil dan 6,2 juta sepeda motor terjual di Indonesia dengan
nilai lebih dari Rp 200 trilyun/tahun. Jika pemerintah menyisihkan 1% saja dari
APBN yang Rp 1.000 trilyun/tahun untuk membuat/mendukung BUMN yang menciptakan
kendaraan nasional, maka akan terbuka lapangan kerja dan penghematan devisa milyaran
dollar setiap tahunnya.
Keenam, stop eksploitasi/pengurasan kekayaan alam oleh perusahaan asing. Kelola
sendiri. Banyak kekayaan alam kita yang dikelola oleh asing dengan alasan kita
tidak mampu dan sedang transfer teknologi. Kenyataannya dari tahun 1900 hingga
saat ini ketika minyak hampir habis kita masih ”transfer teknologi”.
Padahal 95% pekerja dan insinyur di
perusahaan-perusahaan asing adalah orang Indonesia. Expat paling hanya untuk
level managerial. Bahkan perusahaan migas Qatar pun di Kompas sering pasang
lowongan untuk merekrut ahli migas kita.Saat ini 1.500 ahli perminyakan
Indonesia bekerja di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, dan Qatar. Bahkan
ada Doktor Perminyakan yang bekerja di negara Eropa seperti Noewegia!
Sekilas kita untung dengan pembagian 85%
sedang kontraktor asing hanya 15%. Padahal kontraktor asing tersebut memotong
terlebih dulu pendapatan yang ada dengan cost recovery yang besarnya mereka
tentukan sendiri. Bahkan ongkos bermain golf dan biaya rumah sakit di luar negeri
ex-patriat dimasukkan ke dalam cost recovery, begitu satu media memberitakan.
Akibatnya di Natuna sebagai contoh, Indonesia tidak dapat apa-apa. Kontraktor
asing sendiri, seperti Exxon sendiri mengantongi keuntungan hingga Rp 360
trilyun setiap tahun dari pengelolaan minyak dan gas di berbagai negara
termasuk Indonesia. Menurut PENA, pada tahun 2008 saja sekitar Rp 2.000
trilyun/tahun dari hasil kekayaan alam Indonesia justru masuk ke kantong asing.
Padahal jitu bisa dipakai untuk melunasi hutang luar negeri dan mensejahterakan
rakyat Indonesia.
Bahkan untuk royalti emas dan perak di
Papua, Freeport yang cuma “tukang cangkul” dapat 99% sementara bangsa Indonesia
sebagai pemilik emas cuma dibagi 1%! Bagaimana bisa kaya? Jadi kalau didapat
emas dan perak sebesar Rp 100 trilyun, Indonesia cuma dapat Rp 1 trilyun saja!
Banyak perusahaan asing beroperasi menguras
kekayaan alam Indonesia. Tetangga saya yang menambang emas bekerjasama dengan
penduduk lokal dengan memakai alat pahat dan martil saja bisa mendapat Rp 240
juta per bulan, bagaimana dengan Freeport yang memakai banyak excavator dan
truk-truk raksasa yang meratakan gunung-gunung di Papua?
Agar Indonesia bisa makmur, maka Indonesia
harus mengelola sendiri kekayaan alamnya.
Jika beberapa langkah sederhana bisa dilakukan, niscaya Indonesia akan menjadi
lebih baik.
Dampak Akibat Terjadinya Kesenjangan Sosial di
Indonesia
Dalam
kenyataan di sekitar kita, kesenjangan sosial membawa dampak negatif kepada
masyarakat. Akibat dari semakin meningkatnya kesenjangan sosial adalah:
a.
Melemahnya wirausaha
Kesenjangan
sosial menjadi penghancur minat ingin memulai usaha, penghancur keinginan untuk
terus mempertahankan usaha, bahkan penghancur semangat untuk mengembangkan
usaha untuk lebih maju. Hali ini dikarenakan seorang wirausaha selalu di anggap
remeh.
b.
Terjadi kriminalitas
Banyak
rakyat miskin yang terpaksa menghalalkan segala cara untuk bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya yang beragam, hal itu disebabkan karena ketiadaan dana yang
cukup serta kondisi sosial ekonomi yang bermasalah. Oleh sebab itu masyarakat
terdorong untuk melakukan berbagai macam tindakan kriminal seperti
mencuri,merampok,berjudi,penodongan,dll.
c
. Terjadinya Monopoli
Kesenjangan
sosial meyebabkan seseorang yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin
misikin. Sebab seseorang yang mempunyai kekuatan baik dari segi
ekonomi,hukum,politik, dsb, akan berupaya untuk bisa lebih menguasai bidang
masing-masing dengan cara melebarkan sayap kekuasaan mereka. Hal tersebut
membuat rakyat miskin semakin tertindas karena mereka tidak punya kemampuan
untuk melawannya.Sebagai contoh : maraknya pembangunan mal-mal di kota-kota
besar, atau pembangunan swalayan di kota-kota kecil sedikit - demi sedikit akan
mematikan omset pedagang di pasar tradisional
Menjelang
akhir 2010 masyarakat disuguhi data capaian pembangunan ekonomi dan sosial
selama tahun 2010 dan prediksinya untuk tahun 2011. Data tersebut menggambarkan
bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6%-7%, suatu angka yang cukup
tinggi untuk ukuran negara besar seperti Indonesia. Ironisnya, di masyarakat
masih terjadi berbagai musibah akibat kemiskinan, utamanya akibat kelaparan dan
kesehatan yang sangat buruk. Pertanyaannya adalah apa yang sebenarnya terjadi
dan mengapa sampai terjadi ketidaksesuaian antara gambaran nasional dan kondisi
masyarakat?
Dampak pendekatan statistik
Data
pertumbuhan ekonomi tersebut ternyata tidak membumi, tidak menggambarkan
keadaan riil di masyarakat karena diperoleh secara statistik. Padahal metode
statistik mempunyai banyak celah kelemahan apabila tidak cermat dan hati-hati
menggunakannya. Data statistik adalah data agregasi yang menggambarkan kondisi
makro, sehingga informasi detail tidak tergambarkan. Bahkan dalam banyak hal
data agregasi tersebut justru mengaburkan informasi detail yang riil. Data riil
yang detail yang diperoleh dari hasil survei lapangan dan sensus responden
kemudian diolah dan dimanipulasi secara statistik untuk menghasilkan gambaran
makro. Pertanyaannya adalah bagaimana menghasilkan gambaran makro yang riil dan
kredibel sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Pertumbuhan
ekonomi Indonesia dinyatakan relatif tinggi padahal masyarakatnya sebagian
besar masih miskin, artinya terjadi kesenjangan ekonomi yang cukup besar di
masyarakat. Pendapatan dan aset kelompok masyarakat kaya dan sangat kaya saat
ini terus-menerus meningkat secara signifikan padahal populasi mereka sangatlah
kecil, tidak lebih dari 5% penduduk Indonesia. Sementara pendapatan kelompok
masyarakat miskin berkurang terus secara signifikan padahal populasi mereka
sangatlah besar, lebih dari 60% penduduk. Secara rata-rata nasional, jika
dihitung berdasarkan statistik, terjadi kenaikan pendapatan nasional dan
pertumbuhan ekonomi, namun pada kenyataannya tidak terjadi peningkatan kesejahteraan
nasional, bahkan yang terjadi sebenarnya adalah peningkatan kesenjangan
nasional. Hal ini tentunya tidak diinginkan karena kesenjangan yang besar akan
dapat mengganggu stabilitas nasional.
Gambaran
tersebut menunjukkan betapa data statistik dapat memberi informasi yang
distortif dan menyesatkan, yang tidak menunjukkan keadaan masyarakat yang
sebenarnya. Untuk menghindarkan pengambilan kebijakan yang salah, penggunaan
data statistik harus dicermati dan diwaspadai. Data statistik tidak seharusnya
digunakan mentah-mentah untuk penetapan kebijakan yang bersifat nasional. Data
statistik seharusnya hanya digunakan sebagai alat bantu untuk melihat tren
perkembangan secara makro dan untuk melakukan ekstrapolasi makro atau prediksi
makro.
Upaya mengatasi kesenjangan
Dalam
hal program pengentasan kemiskinan, data yang digunakan adalah data kemiskinan
yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pertanyaannya adalah bagaimana
ketajaman dan kecermatan BPS dalam menyusun data tersebut. Pada kenyataannya
data BPS menunjukkan bahwa kemiskinan berkurang, padahal masyarakat miskin saat
ini semakin menderita dan kemiskinan bertambah terus. Secara sederhana saja,
kenaikan harga terus terjadi sedangkan pendapatan masyarakat miskin tidak lebih
baik dari waktu ke waktu. Data statistik sangat bergantung pada cara
penjaringan data dan jenis pertanyaan yang ditujukan kepada responden. Di sisi
lain cara penjaringan data dapat diarahkan untuk kepentingan tertentu termasuk
kepentingan politik. Dengan demikian sangat mungkin terjadi bahwa data
statistik sangat bias dengan kepentingan tertentu sehingga menjadi tidak
realistis. Para pengambil kebijakan kemudian hanya mengandalkan data BPS untuk
kebijakan nasionalnya, dan karena data BPS tersebut tidak akurat, terjadilah
kesenjangan di masyarakat.
Data
statistik akan sangat bermakna apabila diterapkan pada komunitas yang homogen
dengan distribusi normal, data tersebut akan dapat menggambarkan keadaan riil
komunitas tersebut. Untuk Indonesia, sebagai negara yang majemuk dan yang kesenjangannya
luar biasa, metode statistik harus diterapkan per komunitas yang homogen dengan
distribusi normal. Dengan demikian, nantinya kebijakan nasional yang diambil
berdasarkan data tersebut berlaku untuk komunitas yang bersangkutan. Artinya,
kebijakan nasional pembangunan tidak harus seragam untuk seluruh wilayah,
tetapi bersifat spesifik unik untuk tiap wilayah sesuai potensi dan keunikan
masing-masing, yang seragam adalah tujuannya, yaitu menyejahterakan masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat hanya dapat diatasi dengan meminimalkan kesenjangan
sosial, dan ini hanya dapat diwujudkan jika menggunakan data dan informasi riil
di masyarakat

Fator-Faktor Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia
diakibat beberapa hal yaitu :
a. Kemiskinan
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat
terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi:
(1) Sistem ekonomi uang, buruh upahan dan sistem
produksi untuk keuntungan
(2) tetap tingginya tingkat pengangguran dan
setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil
(3) rendahnya upah buruh
(4) tidak berhasilnya golongan berpenghasilan
rendah meningkatkan organisiasi sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela
maupun atas prakarsa pemerintah
(5) sistem keluarga bilateral lebih menonjol
daripada sistem unilateral, dan
(6) kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas
yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan
mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa rendahnya
status ekonomi sebagai hasil ketidak sanggupan pribadi atau memang pada
dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan
adaptasi terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih
luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya
dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya
kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis
rusak atau berganti, seperti masa pergantian feodalis ke kapitalis atau pada
masa pesatnya perubahan teknologi. Budaya kemiskinan juga merupakan akibat
penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi diobrak, sedangkan atatus
golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses
penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat strata
sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga urban yang berasal
dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.
IV. KESIMPULAN
Jadi kesimpulan dari saya adalah kesenjangan yang terjadi di indonesia sangat tidak seimbang, apalagi yang terjadi diantara orang miskin dengan orang yang kaya, dan tentang kemiskinan di indonesia sangat memperhatinkan karena banyak masyarakat yang masih hidup dibawah yang namanya sejahterah, se akan-akan banyak masyarakat indonesia hidup dengan tidak berkecukupan atau sejahterah.
V. DAFTAR PUSTAKA
1. www.wikipedia.com
2. www.google.com